Beranda | Artikel
Pengertian Malu dalam Islam dan Sifat Malu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
Senin, 16 September 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi

Pengertian Malu dalam Islam dan Sifat Malu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. dalam pembahasan Kitab Ahsanul Bayan min Mawaqifi Ahlil Iman. Kajian ini disampaikan pada 16 Sya’ban 1440 H / 22 April 2019 M.

Download juga kajian sebelumnya: Sifat Malu Dalam Islam

Kajian Tentang Pengertian Malu dalam Islam dan Sifat Malu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam – Kitab Ahsanul Bayan

Pada kesempatan yang lalu, kita baca satu hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dihukumi oleh ulama dengan hadits hasan li ghairihi. Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ

“Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu.” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Nabi Allah, kita semua malu dan segala puji milik Allah.” Kemudian Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى، وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى ، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ

“Bukan itu yang dimaksud, tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu yang pertama kamu menjaga kepalamu dan apa yang ada di sekitar kepalamu, dan kau jaga perutmu dan apa yang masuk ke dalam perutmu, kau mengingat kematian serta kebinasaan, barangsiapa yang menginginkan akhirat hendaknya dia meninggalkan perhiasan dunia, barangsiapa yang sanggup melakukan hal itu maka dia telah malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benar malu.” (HR. Tirmidzi)

Para pertemuan yang lalu kita telah membahas tentang makna dari menjaga kepala dan apa yang ada di sekitar kepala. Ini adalah malu yang pertama menurut Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, malu kepada Allah.

2. Menjaga perut dan apa yang masuk ke dalamnya

“Menjaga perut dan apa yang masuk ke dalamnya” atau bisa juga diartikan “kau jaga perut dan apa yang ada di sekitar perut.”

Syaikh Rahimahullah berkata, “jaga perutmu dari yang haram.” Beliau juga berkata bahwa orang yang memakan riba, maka dia belum malu kepada Allah. Orang yang menyogok dan disogok terlaknat dalam hal apapun. Sebab dari kehancuran adalah menyogok dan disogok. Orang yang memenuhi perutnya dengan memakan hasil sogokan, dia belum malu kepada Allah.

Orang yang menipu ketika melakukan jual beli, dia makan dan anak-anaknya juga diberi nafkah dengan hasil tipuan, dia belum malu kepada Allah.Dan perlu diingat bahwa Rasul yang mulia ‘Alaihish Shalatu was Sallam bersabda:

كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Setiap daging yang tumbuh karena barang yang haram maka lebih pantas untuk dibakar dengan api.” (HR. Thabrani)

Kata Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى

“Kau jaga perut dan yang ada di sekitar perut.” Masuk kedalamnya adalah kemaluan. Yakni menjaga perut dan menjaga kemaluan di dalam hadits yang shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الجَنَّةَ

“Siapa yang menjamin kepadaku apa yang ada di antara kumis dan jenggotnya, dan diantara dua kakinya, maka aku jamin untuknya surga.” (HR. Bukhari)

Maka kalau seseorang sudah bisa menjaga perut dan apa yang ada disekitar perut, maka orang ini adalah orang yang bisa dikatakan malu kepada. Dan ini perintah dari Rasul:

اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ

“Malulah kepada Allah sebenar-benar malu.”

Dan beliau juga berkata bahwa wajib bagi wanita untuk menjaga badannya dari tabarruj dan dari berpakaian tapi telanjang.

3. Mengingat Kematian adalah Jenis malu kepada Allah

Diantara jenis malu kepada Allah adalah mengingat kematian. Diantara bentuk kurangnya rasa malu yaitu lupa dengan kematian. Jadi kalau misalkan seseorang lupa dengan kematian, maka jauh dari rasa malu kepada Allah. Oleh karena itu dianjurkan bagi kita semua untuk mengingat kematian. Diantaranya bentuk memingat kematian adalah ziarah kubur. Kata Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa ziarah kubur itu mengingat akhirat.

Siapapun kita, kita akan menjadi seperti mereka. Kalau kita masuk ke kuburan, di sana ada raja atau ada presiden atau ada jenderal atau ada orang kaya atau ada artis atau ada pedagang atau ada siapapun. Kita semua menuju pada satu muara yang namanya kematian. Dan kita akan sendiri menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sifat Malu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada kita barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaknya dia meninggalkan perhiasan dunia. Karena akhirat adalah tempat yang hakiki. Dalilnya dari surat Al-Ankabut ayat 64, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ

Sesungguhnya negeri akhirat itu adalah negeri yang hakiki.” (QS. Al-Ankabut[29]: 64)

Rasul kita yang mulia ‘Alaihish Shalatu was Sallam dan sahabatnya adalah contoh yang bisa kita ambil tentang sifat malu. Di dalam surat Al-Ahzab ayat yang ke-53, Allah kabarkan tentang sifat malu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَن يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَـٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi sebelum mendapatkan izin untuk makan di situ dengan tanpa menunggu masaknya makanan tersebut. Akan tetapi apabila kalian diundang untuk masuk ke rumah Nabi, masuklah. Apabila kau sudah makan, keluarlah. Jangan berlama-lama.

Kenapa demikian? Dijelaskan oleh Allah di sini:

إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنكُمْ

Karena hal itu mengganggu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi malu untuk menyuruh kalian keluar di rumah.

Lihatlah sifat malu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi malu untuk menyuruh keluar dari rumah. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan bahwa Allah tidak malu untuk menjelaskan kebenaran. Allah kabarkan dalam ayat yang mulia ini tentang sifat Nabi yang kita cintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu malu.

Kemudian Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu dalam hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari Muslim menjelaskan kepada kita tentang sifat malunya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا , وَكَانَ إِذَا كَرِهَ شَيْئًا عَرَفْنَاهُ فِي وَجْهِهِ .

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki sifat pemalu dan lebih malu daripada gadis pingitan. Dan apabila Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salalm tidak menyukai sesuatu, kami ketahui dari wajahnya.” (HR. Bukhari)

Kemudian penulis menurunkan sifat malunya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, malunya Utsman bin Affan dan para malaikat. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَجِعًا فِي بَيْتِي ، كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ ، أَوْ سَاقَيْهِ ، فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ ، وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ ، فَتَحَدَّثَ ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ ، فَأَذِنَ لَهُ ، وَهُوَ كَذَلِكَ ، فَتَحَدَّثَ ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ ، فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَسَوَّى ثِيَابَهُ – قَالَ مُحَمَّدٌ : وَلَا أَقُولُ ذَلِكَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ – فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ ، فَلَمَّا خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ : دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ فَقَالَ : أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ

Pada suatu ketika, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang berbaring di rumah saya dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abu Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang (tentang suatu hal). Lalu Umar bin Khaththab datang dan meminta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang (tentang suatu hal). Kemudian Utsman bin Affan datang dan meminta izin kepada beliau untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk masuk seraya mengambil posisi duduk dan membetulkan pakaiannya. Nabi Muhammad berkata; Saya tidak mengatakan hal itu pada hari yang sama. Lalu Utsman masuk dan langsung bercakap-cakap dengan beliau tentang berbagai hal. Setelah Utsman keluar dari rumah, Aisyah bertanva; “Ya Rasulullah, tadi ketika Abu Bakar masuk ke rumah engkau tidak terlihat tergesa-gesa untuk menyambutnya. Kemudian ketika Umar datang dan masuk, engkaupun menyambutnya dengan biasa-biasa saja. Akan tetapi ketika Utsman bin Affan datang dan masuk ke rumah maka engkau segera bangkit dari pembaringan dan langsung mengambil posisi duduk sambil membetulkan pakaian engkau. Sebenarnya ada apa dengan hal ini semua ya Rasulullah’?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Hai Aisyah, bagaimana mungkin aku tidak merasa malu kepada seseorang yang para malaikat saja merasa malu kepadanya?.”. (HR. Muslim)

Simak penjelasan hadits tentang sifat malu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini pada menit ke-25:07

Download Kajian Tentang Pengertian Malu dalam Islam dan Sifat Malu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam – Kitab Ahsanul Bayan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47690-pengertian-malu-dalam-islam-dan-sifat-malu-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam/